***

***

Ads

Rabu, 19 April 2017

Pendekar Lembah Naga Jilid 238

Di bawah tepuk tangan dan sorak-sorai, terpaksa Ciauw Si bangkit berdiri dan menjura ke arah penonton yang menjadi semakin riuh bertepuk tangan memuji karena memang Ciauw Si nampak cantik jelita dan menarik sekali. Wajah Ciauw Si agak pucat, apalagi ketika dia bertemu pandang dengan sepasang mata yang berapi-api, sepasang mata ibu kandungnya! Dia menjadi lemas dan cepat duduk kembali ke kursinya. Betapapun juga, dia harus membela suaminya yang tercinta, pikirnya sambil mengepal tinju kirinya.

Sementara itu, keluarga Cin-ling-pai, empat orang pendekar itu sejak tadi sudah berbisik-bisik saling bicara dengan serius dan juga penuh keheranan.

“Pangeran gila, kenapa dia menyebut she Sin Liong sebagai she Cia?” kata Bun Houw dengan marah. “Apa dia sengaja hendak menghina keluarga Cia kami?”

“Mungkin dia hendak memancing agar kita turun tangan,” bisik Cia Giok Keng.

“Akan tetapi dia tidak menyinggung-nyinggung tentang Ciauw Si.”

Mereka berempat merasa bingung dan tidak mengerti, apalagi ketika melihat Sin Liong melarikan diri ke dalam. Apakah yang sedang terjadi? Permainan apakah yang dilakukan oleh Pangeran itu?

Ketika pangeran itu mengangkat Ciauw Si yang diperkenalkan sebagai isterinya sebagai penguji, Giok Keng dengan gemas memandang kepada puterinya yang menerima pujian para tamu itu dan dia berbisik dengan suara mendesis,

“Biar aku maju sebagai calon menghadapinya!”

“Ah, jangan begitu, enci Keng!” adiknya menyela.

“Ingat, kita menghadapi banyak orang, jangan menimbulkan keributan yang hanya akan mendatangkan aib bagi nama keluarga.” kata Yap Kun Liong menyabarkan isterinya.

Para tamu menjadi semakin berisik ketika mereka melihat seorang laki-laki yang bertubuh tinggi besar dan bermuka merah, rambutnya riap-riapan dan pakaiannya kasar, meloncat dengan gerakan yang cukup lincah ke depan dan tiba di tengah-tengah ruangan yang tinggi itu, tersenyum dan memberi hormat ke arah pangeran.

Orang ini adalah seorang laki-laki berusia empat puluh tahun, tubuhnya yang tinggi besar itu membayangkan kekuatan dahsyat, sikap dan pakaiannya yang kasar itu menunjukkan bahwa dia adalah seorang petualang di dunia kang-ouw. Wajahnya lebar dan matanya, hidungnya serta mulutnya juga serba besar.

“Pangeran, saya Loa Khi berjuluk Tiat-pi-ang-wan (Lutung Merah Berlengan Besi) sama sekali tidak berani mengajukan diri sebagai calon jago nomor satu di dunia, akan tetapi saya mempunyai semacam penyakit, yaitu dimana terdapat pertandingan pibu, tangan saya menjadi gatal-gatal. Biarlah saya memelopori para enghiong disini agar pertemuan ini menjadi lebih gembira.”






Sambil berkata demikian, matanya yang lebar itu melirik ke arah Ciauw Si. Mengertilah Pangeran Ceng Han Houw bahwa yang mendorong laki-laki kasar ini untuk maju adalah karena pengujinya adalah isterinya yang cantik jelita. Atau kasarnya, pria itu ingin bersilat menandingi Ciauw Si yang cantik! Akan tetapi Han Houw hanya tersenyum dan dia berkata kepada isterinya dengan suara halus.

“Isteriku, harap kau suka melayani Loa-eng-hiong.”

Sebetulnya di dalam hatinya Ciauw Si merasa mendongkol sekali. Dia harus melayani segala macam orang kasar seperti itu! Akan tetapi karena dia maklum bahwa suaminya itu sedang berusaha untuk menentang kelaliman kaisar, dan karena betapapun juga dia harus membela suaminya yang tercinta, dia tidak berkata sesuatu melainkan bangkit berdiri dan menghampiri orang yang berjuluk Lutung Merah Berlengan Besi itu.

Jantung di dalam dada yang bidang itu terguncang dan berdebar-debar penuh kegirangan. Loa Khi adalah seorang kang-ouw golongan sesat dan merupakan seorang yang kasar, gila akan kecantikan wanita. Tadi dari jauh dia melihat betapa cantiknya isteri pangeran itu, dan kini setelah berhadapan, dia terpesona.

Belum pernah rasanya dia berhadapan dengan wanita secantik ini! Sungguh tidak rugi sekali ini, pikirnya. Dapat bersentuhan lengan dan tangan dengan wanita seperti ini sungguh merupakan hal yang amat menyenangkan, apalagi kalau diingat bahwa wanita ini bukanlah sembarangan wanita, melainkan isteri seorang pangeran dan tentu saja merupakan seorang puteri bangsawan simpanan! Maka diapun menyeringai dan mematut-matut diri agar kelihatan tampan dan gagah.

“Orang she Loa, kau mulailah!” Ciauw Si berkata, membuyarkan lamunannya itu.

“Eh... oh... mana saya berani mendahului?” kata Loa Khi yang meringis seperti seekor lutung aseli.

Bicara demikian, selain meringis Loa Khi juga memainkan matanya yang bundar besar dan menggerak-gerakkan alisnya. Melihat lagak ini hati Ciauw Si menjadi muak dan panas, dan kalau dia tidak mengingat bahwa suaminya sedang berusaha mengambil hati dunia kang-ouw, tentu dia sudah menjatuhkan tangan maut menyerang orang ini.

“Hemm, kalau begitu sambutlah seranganku!” kata Ciauw Si.

Dia memberi kesempatan kepada orang itu untuk memasang kuda-kuda dan memang Loa Khi dengan mulut masih menyeringai telah memasang kuda-kuda dengan gaya yang gagah. Kedua kakinya dipentang lebar, kedua lutut ditekuk rendah dan kedua lengan disilangkan, tangannya dibuka membentuk cakar naga, tubuh atasnya tegak lurus dan matanya mengerling ke arah lawan yang berada di samping kanan.

Semua tamu menyambut pasangan kuda-kuda ini dengan berbagai macam sikap. Mereka yang memiliki ilmu kepandaian tinggi memandang dengan senyum mengejek, karena mereka tahu bahwa kuda-kuda seperti itu hanya indah dipandang saja akan tetapi sesungguhnya tidak memiliki inti yang kuat. Sebaliknya, mereka yang belum begitu tinggi tingkatnya, merasa kagum karena memang Loa Khi kelihatan gagah dan kokoh kuat dengan kuda-kudanya itu.

Ciauw Si yang sudah tidak sabar lagi melihat lagak orang, mengeluarkan seruan lembut dan mulai menyerang dengan kedua tangannya, menyambar dari kanan kiri, yang kiri menampar ke arah pelipis lawan sedangkan yang kanan menotok ke arah lambung. Serangan ini sebetulnya hanya merupakan pancingan saja karena pendekar wanita itu tidak mau sembarangan mengeluarkan ilmunya yang tinggi hanya untuk menghadapi seorang seperti laki-laki sombong ini.

Dan melihat serangan yang cukup cepat dan dahsyat ini, Loa Khi cepat menggerakkan kedua tangannya untuk menangkap pergelangan tangan lawan. Memang yang mendorongnya maju adalah untuk dapat menyentuh tubuh atau memegang lengan wanita cantik itu, maka melihat serangan lawan, dia berusaha secepatnya untuk menangkap pergelangan tangan lawan dan akan memegangnya dengan kuat dan mesra!

Namun Ciauw Si tentu saja maklum akan hal ini dan diapun tidak sudi membiarkan kedua lengannya dipegang. Dengan cepat dia sudah menarik kembali kedua tangannya dan kini kaki kirinya bergerak menendang dengan cepat. Akan tetapi, sambil tersenyum lebar lawannya menggerakkan tangan ke bawah dengan maksud menangkis atau kalau mungkin menangkap kaki yang kecil itu! Sedangkan tangan kiri Loa Khi sudah menyelonong ke depan, ke arah dada Ciauw Si!

“Hemmm...!”

Ciauw Si mendengus marah dan tiba-tiba tubuhnya bergerak cepat, kedua tangannya bergerak mendorong ke depan. Itulah pukulan sakti yang merupakan jurus ke tiga dari Ilmu San-in-kun-hoat, ilmu ampuh dari Cin-ling-pai! Angin pukulan dahsyat menyambar ke depan. Loa Khi terkejut bukan main dan cepat dia berusaha menangkis sambil mengerahkan tenaga kepada kedua kakinya dan tubuhnya untuk menjaga diri.

“Desss...!”

Betapapun kuatnya dia menangkis, tetap saja kedua tangan Ciauw Si dapat menerobos diantara lengan lawan yang menangkis dan terus menghantam dada. Untung bagi Loa Khi bahwa Ciauw Si masih ingat bahwa dia hanya bertugas menguji kepandaian lawan, maka dia tidak mempergunakan seluruh tenaga sin-kangnya. Akan tetapi biarpun demikian, tetap saja tubuh Loa Khi yang tinggi besar itu terjengkang dan terbanting ke atas lantai. Dia terengah-engah, merasa dadanya sesak dan sukar bernapas!

Karena Loa Khi tidak datang bersama teman-teman dan tidak mempunyai rombongan, maka tidak ada yang menolongnya dan Han Houw memberi isyarat kepada pengawal-pengawalnya. Dua orang pengawal cepat maju membantu Loa Khi berdiri dan membawa orang yang masih terengah-engah itu ke tempat duduknya yang agak di belakang. Loa Khi tidak berani banyak cakap lagi dan membiarkan dirinya dituntun kembali ke kursinya, mukanya pucat sekali. Dia telah dirobohkan kurang dari lima jurus!

Berisiklah para tamu melihat kehebatan Ciauw Si. Mereka yang tadinya berminat untuk memasuki pemilihan jagoan itu, menjadi kecil nyalinya dan mengurungkan niat hati mereka. Tentu saja tidak demikian dengan mereka yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Seorang tosu sudah mengeluarkan seruan dan tubuhnya melayang ke tengah ruangan itu. Tosu ini tinggi kurus, mukanya pucat seperti orang berpenyakitan, jubahnya kuning dan matanya sipit seperti orang mengantuk.

Setelah dia menjura ke arah pangeran, dia melangkah maju tiga langkah dan terkejutlah pangeran itu melihat betapa di atas lantai itu nampak jejak kaki tosu itu sedalam dua senti! Tahulah dia bahwa tosu ini amat lihai dan telah mendemonstrasikan kelihaiannya dengan mengerahkan tenaga pada kedua kakinya yang melesak ke dalam lantai ketika dia melangkah perlahan-lahan.

Kalau tadi Han Houw menyebutkan nama isterinya, memperkenalkannya sebagai pembantunya untuk menguji calon jagoan, maksudnya hanyalah untuk memperlihatkan kepada para tokoh kang-ouw, khususnya kepada keluarga Cin-ling-pai bahwa Lie Ciauw Si selain telah menjadi isterinya juga membantunya untuk menghimpun tenaga dan menentang kaisar lalim!

Akan tetapi tentu saja bukan maksud hati Han Houw untuk membiarkan isterinya menghadapi semua orang yang ingin mencoba kepandaian. Dia hanya mengajukan isterinya untuk menghadapi kalau-kalau ada diantara tokoh Cin-ling-pai yang maju, maka kini melihat kelihaian tosu itu, tentu saja Han Houw merasa khawatir dan tidak membiarkan isterinya menghadapi bahaya.

Tosu itu setelah menjura dan memperlihatkan tenaganya melalui injakan kaki yang meninggalkan jejak dalam di atas batu, lalu berkata kepada Ceng Han Houw, suaranya seperti suara ular mendesis namun dapat terdengar satu-satu sampai di bagian luar tempat itu,

“Pangeran, harap maafkan kelancangan pinto. Sesungguhnya pinto datang bukan sekali-kali untuk memperebutkan kedudukan bengcu atau jagoan nomor satu, melainkan karena telah lama pinto mendengar nama besar pangeran sebagai seorang ahli silat yang pandai dan pinto ingin sekali menguji kebodohan sendiri untuk membuktikan sampai dimana kelihaian pangeran.”

Ini merupakan tantangan langsung! Semua orang kang-ouw memandang dengan penuh perhatian karena mereka semua maklum bahwa ucapan itu merupakan tantangan yang tentu didasari urusan pribadi antara tosu itu dan Pangeran Ceng Harl Houw!

Han Houw sendiri mengerutkan alisnya, akan tetapi mulutnya masih tersenyum ramah ketika dia berkata halus dan lantang,

“Dalam menghadapi urusan besar ini, kami terpaksa melupakan urusan pribadi. Akan tetapi kalau totiang ingin saling menguji kepandaian dengan aku, dapat saja totiang memasuki pemilihan jago menurut yang telah ditentukan. Akan tetapi lebih dulu hendaknya totiang memperkenalkan diri.”

“Pinto bernama Ciu Hek Lam dan banyak orang menyebut pinto dengan julukan yang amat buruk, yaitu Tok-ciang Sian-jin (Manusia Dewa Bertangan Racun). Tentu pangeran tidak mengenal nama pinto akan tetapi perlu kiranya diketahui bahwa mendiang Gak Song Kam ketua Jeng-hwa-pang adalah sute dari pinto.”

Mendengar ini, sebagaian besar diantara para tokoh kang-ouw terkejut. Memang nama tosu ini tidak terkenal dan hanya beberapa orang saja diantara mereka yang banyak melakukan perjalanan ke utara melewati Tembok Besar mengenal namanya, akan tetapi nama Jeng-hwa-pang tentu saja dikenal mereka. Kiranya tosu yang lihai ini adalah saudara tua dari mendiang ketua Jeng-hwa-pang, maka tentu saja ilmu kepandaiannya amat tinggi.

Diam-diam Ceng Han Houw mengerti sekarang, Gak Song Kam, ketua Jeng-hwa-pang itu tewas di tangan dia dan Sin Liong, maka agaknya tosu ini datang dengan maksud untuk membalas dendam atas kematian ketua Jeng-hwa-pang itu! Dia sama sekali tidak merasa takut menghadapi tosu ini, akan tetapi untuk menjaga kewibawaannya, dia tidak mau begitu saja terjun ke dalam urusan pribadi di tempat itu, apalagi karena dia sedang menghadapi urusan besar.

“AH, kiranya totiang ingin menguji kepandaianku. Baiklah, akan tetapi kita tidak boleh melewati peraturan. Cu-wi yang mulia, kami sekarang menunjuk bengcu dari selatan, yaitu locianpwe Hai-liong-ong Phang Tek dan Kim-liong-ong Phang Sun untuk menjadi penguji. Siapa dapat mengalahkan mereka berdua berarti cukup berharga untuk menjadi calon jago nomor satu di dunia!”

Mendengar ini, Phang Tek dan Phang Sun lalu melangkah maju. Sementara itu, Han Houw sendiri bangkit dari kursinya, menghampiri Ciauw Si yang masih berdiri memandang ke arah ibunya seperti orang terpesona, dan menggandeng tangan Ciauw Si untuk kembali ke tempat duduknya. Dengan sikap mesra Han Houw berbisik,

“Terima kasih atas bantuanmu, Si-moi.”

Pendekar Lembah Naga







Tidak ada komentar: